Home » Kisah Islam » 8 Kerajaan Islam di Indonesia Lengkap Bagian 2

8 Kerajaan Islam di Indonesia Lengkap Bagian 2

Silahkan melihat semua artikel wawanislam disini


Wawanislam - Bagian kedua dari kerajaan islam di nusantara indonesia akan dibagikan disini

Baca dulu : 8 Kerajaan Islam di Indonesia Lengkap Bagian 1


8 Kerajaan Islam di Indonesia Lengkap Bagian 2


5. Kerajaan Mataram Islam
Sultan Sutawijaya menjabat sebagai raja pertama di Mataram 1589 – 1601 dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya,banyak terjadi perlawanan dari para bupati yang semula tunduk pada Mataram, misalnya Demak dan Pajang. Perlawanan juga datang dari daerah Surabaya, Madiun, Gresik, dan Ponorogo. Terjadinya perlawanan-perlawanan ini dikarenakan Senopati mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan di Mataram.

Padahal pengangakatan dan pengesahan sebagai sultan di Jawa biasanya dilakukan oleh wali. Selama berkuasa, hampir seluruh wilayah Pulau Jawa dapat dikuasainya. Akan tetapi, ia tidak berhasil mendapatkan pengakuan dari raja-raja Jawa lain sebagai raja yang sejajar dengan mereka. Sepeninggal Panembahan Senopati, penggantinya adalah putranya, Raden Mas Jolang (1601 – 1613).

Pada masa pemerintahannya ia melanjutkan usaha ayahnya meluaskan wilayah kekuasaan Mataram. Akan tetapi, ia tidak sekuat ayahnya sehingga tidak mampu memperluas wilayahnya dan wafat di daerah Krapyak. Oleh karena itu, ia diberi gelar Panembahan Seda Krapyak. Pengganti Mas Jolang adalah putranya Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613 – 1645). Ia bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya, Mataram mencapai puncak kejayaan.

Sultan Agung berusaha menyatukan Pulau Jawa. Mataram berhasil menundukkan Tuban dan Pasuruan (1619), Surabaya (1625), dan Blambangan (1639). Hasil ekspansi ini membuat wilayah Mataram semakin luas.

6. Kerajaan Islam Di Indonesia Kerajaan Banten
Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Fatahillah tahun 1527 . Semula, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian, Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun 1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana sampai wafat (1570).

Fatahillah dimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan Gunung Jati. Di bawah pemerintahan Hasanuddin 1552 – 1570, Banten mengalami kemajuan di bidang perdagangan dan wilayah kekuasaannya meluas sampai ke Lampung dan Sumatra Selatan. Setelah wafat, Hasanuddin digantikan oleh putranya, Panembahan Yusuf 1570 – 1580. Pada masa pemerintahannya, Pajajaran berhasil ditaklukkan 1579.

Panembahan Yusuf wafat pada tahun 1580 dan digantikan putranya, Maulana Muhammad 1580 – 1597. Pada masa pemerintahannya, datanglah Belanda. Ia menyambut kedatangan Belanda dan oleh Belanda ia diberi gelar Ratu Banten. Sepeninggal Ratu Banten, pemerintahan dipegang oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak 1597 – 1640.

Ia didampingi oleh walinya, Pangeran Ranamenggala. Pada tahun 1640, Abdulmufakir diganti oleh Abu Mali Ahmad 1640 – 1651. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa 1651 – 1682. Pada masa pemerintahannya, Banten mencapai kejayaan. Sultan Ageng mengadakan pembangunan, seperti jalan, pelabuhan, pasar, masjid yang pada dasarnya untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banten.

Namun sejak VOC turut campur tangan dalam pemerintahan Banten, kehidupan sosial masyarakatnya mengalami kemerosotan. Keadaan semakin memburuk ketika terjadi pertentangan antara Sultan Ageng dan Sultan Haji, putranya dari selir. Pertentangan ini berawal ketika Sultan Ageng mengangkat Pangeran Purbaya putra kedua sebagai putra mahkota. Pengangkatan ini membuat iri Sultan Haji. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji memihak VOC. Bahkan, dia meminta bantuan VOC untuk menyingkirkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya.

Sebagai imbalannya, VOC meminta Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian pada tahun 1682 yang isinya, antara lain, Belanda mengakui Sultan Haji sebagai sultan di Banten; Banten harus melepaskan tuntutannya atas Cirebon; Banten tidak boleh berdagang lagi di daerah Maluku, hanya Belanda yang boleh mengekspor lada dan memasukkan kain ke wilayah kekuasaan Banten; Cisadane merupakan batas antara Banten dan Belanda.

Perjanjian tersebut mengakibatkan Banten berada pada posisi yang sulit karena ia kehilangan peranannya sebagai pelabuhan bebas sejak adanya monopoli dari Belanda. Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap oleh VOC sedangkan Pangeran Purbaya dapat meloloskan diri. Setelah menjadi tawanan Belanda selama delapan tahun, Sultan Ageng wafat 1692. Adapun Pangeran Purbaya tertangkap oleh Untung Suropati, utusan Belanda, dan wafat pada tahun 1689.

7. Kerajaan Gowa – Tallo
Pada awalnya, Kerajaan Gowa – Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato’ri Bandang dan Dato’ Sulaiman, Sultan Alauddin Raja Gowa masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam.

Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin 1653 – 1669. Ia berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok.

Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transito di Indonesia bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya. Perkembangan Makassar menyebabkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak tunduk kepada VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC.

Kondisi ini mendorong VOC untuk berkuasa di Makassar dengan menjalin kerja sama dengan Makassar, tetapi ditolak oleh Hasanuddin. Oleh karena itu, VOC menyerang Makassar dengan membantu Aru Palaka yang telah bermusuhan dengan Makassar. Akibatnya, benteng Borombong dan ibu kota Sombaopu jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).

Akibat kekalahannya, peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur. Rakyat Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.

Dalam bidang kebudayaan, Makassar sebagai kerajaan yang bersifat maritim sedikit meninggalkan hasil-hasil budaya. Peninggalan budaya Makassar yang menonjol adalah perahu pinisi, lambo, dan bercadik. Dalam bidang sastra, diperkirakan sudah lahir beberapa karya sastra. Hanya saja, karya-karya tersebut tidak sampai ke kita. Tetapi pada saat itu sudah ada sebuah buku tentang hukum laut dan perniagaan, yaitu Ade’ Allopiloping Bicaranna Pabbalu’e dan naskah lontar karya Amanna Gappa.

8. Kerajaan Ternate dan Tidore
Di Maluku terdapat dua kerajaan yang berpangaruh, yakni Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terdiri dari persekutuan lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, Ambon, disebut Uli Lima sebagai pimpinannya adalah Ternate. Adapun Tidore terdiri dari sembilan satuan negara disebut Uli Siwa yang terdiri dari Makyan, Jailolo, dan daerah antara Halmahera – Irian.

Kedatangan Islam ke Maluku tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam sudah masuk daerah Maluku. Raja Ternate kedua belas, Molomateya 1350 – 1357 bersahabat karib dengan orang Arab yang memberi petunjuk mengenai cara membuat kapal. Raja yang benar-benar memeluk Islam adalah Zainal Abidin 1486 – 1500.

Ia mendapat ajaran Islam dari Sunan Giri. Kekuasaan Ternate dan Tidore mencakup pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Penghasilan utamanya adalah cengkih, pala, rempah-rempah, dan ramuan obat-obatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat Eropa. Ketika bangsa Portugis datang ke Ternate, mereka bersekutu dengan bangsa itu 1512.

Demikian juga ketika bangsa Spanyol datang ke Tidore, mereka juga bersekutu dengan bangsa itu 1512. Portugis akhirnya dapat mendirikan benteng Sao Paulo di Ternate dan banyak melakukan monopoli perdagangan. Tindakan ini menimbulkan perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Hairun (1550 – 1570). Tindakan Musquita menangkap Sultan Hairun dilepas setelah kembali, tetapi kemudian dibunuh setelah
paginya disuruh berkunjung ke benteng Portugis.

Sultan Baabullah 1570 – 1583 memimpin perlawanan untuk mengenyahkan Portugis dari Maluku sebagai balasan terhadap kematian ayahnya. Benteng Portugis dikepung selama 5 tahun, tetapi tidak berhasil. Sultan Tidore yang berselisih dengan Ternate kemudian membantu melawan Portugis. Akhirnya, benteng Portugis dapat dikuasai setelah Portugis menyerah karena dikepung dan kekurangan makanan.

Tokoh dari Tidore yang anti-Portugis adalah Sultan Nuku. Pada tanggal 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan sebagai vasal dari VOC dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya, yaitu Maba, Weda, Patani, Gebe, Salawatti, Missol, Waiguna, Waigen, negeri-negeri di daratan Irian, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matora, dan sebagainya.

Di sisi lain, Nuku terus mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Ternate dan Tidore. Pada tahun 1783, Pata Alam menjalankan strategi untuk meraih loyalitas raja-raja Irian. Akan tetapi, usaha tersebut menemui kegagalan, karena para utusan dengan pasukan mereka berbalik memihak Nuku. Akhirnya, Pata Alam dituduh oleh Kompeni bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam ditangkap dan rakyat pendukungnya dihukum. Peristiwa ini sering disebut Revolusi Tidore 1783.

Untuk mengatur kembali Tidore, pada tanggal 18 Oktober 1783, VOC mengangkat Kamaludin untuk menduduki takhta Tidore sebagai vasal VOC. Di sisi lain, perjuangan Nuku mengalami pasang surut. Pada tahun 1794, gerakan tersebut mendapat dukungan dari Inggris. Sekembalinya dari Sailan, Pangeran Jamaludin beserta angkatannya menggabungkan diri dengan Nuku. Pada tanggal 12 April 1797 Angkatan Laut Nuku muncul di Tidore.

Hampir seluruh pembesar Tidore menyerah, kecuali Sultan Kamaludin berserta pengawalnya. Mereka menyerahkan diri ke Ternate. Tidore diduduki oleh Nuku hingga meninggal tanggal 14 November 1805 dan digantikan oleh Zaenal Abidin.Baca juga kerajaan hindu budha

Sekarang anda sudah tau kan 8 kerajaan Islam di Indonesia yang terkenal dan berjaya di masa lampau.Kita harus menghargai dan menjunjung tinggi sejarah dan nilai nilai luhur yang di tinggalkannya.kerajaan islam di indonesia mulai surut dan runtuh setelah kedatangan VOC.
Title : 8 Kerajaan Islam di Indonesia Lengkap Bagian 2
Link: Wawan Islam
Notes: If you want copy my article, please link to us and press Ctrl + D to bookmark

New Article :

0 komentar:

Posting Komentar

Tolong beri komentar yang baik dan sopan